Ditengah himpitan ekonomi yang melanda negeri ini, mengakibatkan
perempuan-perempuan yang notabene sebagai ibu rumah tangga berjibaku untuk
membantu beban ekonomi keluarga dengan bekerja mencari uang. Gaji suami yang
pas-pasan tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Apalagi untuk biaya
sekolah buah hati yang kian hari kian
mahal.
Alhasil ibu-ibu rumah tangga lebih rela meninggalkan suami dan anaknya
untuk menjadi TKW di luar negeri dengan iming-iming gaji yang besar. Sekalipun tak sedikit nasib tragis TKW di luar negeri
yang berakhir dengan penyiksaan oleh majikannya bahkan sampai ada yang dibunuh.
Namun semua itu tak menyurutkan tekad ibu-ibu rumah tangga tadi untuk menjadi
TKW. Seakan akan menjadi TKW di luar negeri adalah alternative terakhir yang
bisa dilakukan.
Fenomena perempuan menjadi TKW di luar negeri bukanlah hal baru di
negeri ini. Hampir setiap tahunnya ada TKW yang diberangkatkan ke luar negeri.
Disamping itu setiap tahunnya selalu ada kasus tragis yang menimpa TKW
Indonesia, baik itu yang terekspos media maupun tidak. Sejatinya, pemerintah sudah berusaha menuntaskan
masalah TKW Indonesia, namun pemecahan masalah yang diambil selalu parsial.
Sehingga kejadian yang sama terulang kembali.
Jika dilihat lebih dalam, kepergian ibu rumah tangga ke luar negeri
tidak hanya membahayakan nyawanya tapi juga nyawa rumah tangganya dikemudian
hari. Fakta telah banyak berbicara tentang hal ini. Bagaimana tidak, ibu yang
seharusnya berperan sebagai pengatur rumah tangga tiba-tiba tidak ada. Pengatur
rumah tangga kemudian diambil alih sang suami yang sekaligus merangkap pengasuh
anak. Padahal seharusnya seorang suamilah yang berkewajiban mencari nafkah.
Akibatnya struktur keluarga menjadi
goyah. Rumah tangga tidak ideal lagi untuk berbagi, berdiskusi, dan berkasih
sayang.
Kebanyakan ibu-ibu rumah tangga dalam keterjepitan ekonomi tentu akan
menimbang seribu kali bila ditawari mengurus dan mendidik anak. Mereka
berdalih, mau makan apa saya, anak saya?
Sesuai kondisi yang terjadi di masyarakat saat ini, seperti ada
pemutarbalikan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Dan telah salah
kaprah. Ibu mencari nafkah sementara ayah sebagai bapak rumah tangga. Tentu
saja fenomena ini tidak bisa dibiarkan terus berlanjut, karena akan membawa kemurkaan Allah SWT. Sebagai seorang
yang beriman, seharusnya kita menempatkan segala sesuatu pada yang semestinya.
Kewajiban seorang suami adalah mencari nafkah.
Ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah:233: “kewajiban
ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.”
“tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal, sesuai
dengan kemampuanmu.” (QS. Ath –Thalaq:6)
Jadi jelas, bahwa kepada setiap laki-laki yang mampu bekerja, Islam
mewajibkan untuk berusaha bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhannya dan
keluarga. Adapun untuk perempuan islam tidak mewajibkan bekerja.
Peran ibu sebagai umu wa robbatul baiti terabaikan dengan kepergiannya
ke luar negeri. Peran keibuan bukanlah peran yang bisa digantikan kepada sang
suami. Apalagi ketika anak-anak masih kecil. Dengan menitipkan anak di
kelompok–kelompok PAUD hanyalah upaya untuk mengatasi ketiadaan ibu. Namun tetap saja tidak bisa menggantikan peran dan perhatian ibu. Peran seorang ibu tidak bisa digantikan
ayah ataupun kelompok PAUD.
Disamping itu ketaatan ibu kepada suami akan berkurang bila melihat
suami yang tidak berpenghasilan sama sekali. Bukan tidak mugkin, perceraian
akan terjadi karena suami dipandang tidak sesuai keinginan istri.
Sesungguhnya islam sendiri tidak melarang perempuan untuk bekerja.
Tetapi dengan tidak mengabaikan tugas utamanya sebagai umu wa robbatul baiti.
Mungkin akan ada yang menilai pemahaman seperti ini terlalu kuno, tidak tahu
situasi dan kondisi. Namun sejatinya, kita mesti mengingat tujuan penciptaan
manusia. Tidak lain dan tidak bukan hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Dialah yang menciptakan manusia tentu Dialah
yang paling mengerti tentang ciptaanNya. Dengan mengembalikan segala sesuatu ke fitrahnya adalah upaya menjalankan perintah
Allah SWT. Dan agar kita terhindar dari kemurkaan Allah SWT.
No comments:
Post a Comment